Saturday, September 18, 2010

Rintihan Naluri

Detik kuhitung,
masa kukira,
siang dan malam,
bak orang gila menanti bulan jatuh ke riba,
sudah beratus-ratus jam pasir kukumpul,
namun hanya malam berganti siang,
bulan berganti bulan,
aku tetap aku dan kamu tetap kamu,
hati ini berdesir,
bak angin tak berpenghujung,
meliputi kota,
kengkadang badai mendatang,
membadai pantai yang tak bersalah,
meruntun kota tak berjiwa,
membunuh mereka yang tidak salah,
puas hati bertanya,
akukah yang bersalah?
atau takdir yang bersalah,
ratusan tahun pandora ditakuti,
jangan jadikan aku umpama pandora,
biarlah aku menjadi saujana menghijau,
tak akan luput,
dalam jiwa mereka yang hidup,
tak akan musnah,
bagi mereka yang mencintai,
biar ego setinggi langit,
biar taj mahal runtuh,
aku tetap aku,
biarkan aku,
aku tak bisa menjadi seperti mu,
tak bisa hidup seperti mu,
aku adalah aku,
aku manusia,
yang punya ego,
yang punya prinsip,
biar laut dibadai ombak,
biar pasir hancur menjadi debu,
iitulah aku,
manusia yang tak bisa hidup tanpa jiwaku,
biar masa berlalu,
biar detik menentukan,
rebutlah aku,
pupuklah aku,
dalam mantera kasih sayangmu,
bukan gelombang egomu.

Dendangan Jiwa




Dalam hidup,
Ada tawa dan ada yang sedihnya,
dalam lorong-lorong hidupku ini,
Penuh dengan rerama warna warni,
Kengkadang,
Kurasakan indah dalam menyusuri hidup,
Kengkadang terasa lelahnya,
Dengan teman dan keluarga tersayang,
Banyak keindahan,
Tak terungkap dek kata-kata duniawi,
Wahai belahan jiwa,
Biarlah lagu beralun,
Senada dengan irama syahdu,
Itu hak dunia,
Jangan menghukum,
Jangan mengadili,
Biar Tuhan menentukan,
Kita hanya insan biasa,
yang bisa berkata dan berkata,
Biarkan dia dengan hidupnya,
Kita tak bisa menilai bebannya,
Berat menanggung beban di dada,
Biar dunia menentukan,
Bibir menutur doa,
Semoga kebahagiaan menjadi milik mereka yang mengejar kecintaan hakiki.